Daerah  

Minim Aliran Air, Petani Padi di Cipatat Harap PUTR KBB Lakukan Normalisasi Saluran Irigasi

"Jika itu (saluran irigasi) di keruk dan yang bocornya di tambal mungkin akan normal lagi airnya. InsyaAllah airnya juga akan sampai lagi kesini," ucap Unang.

BANDUNG BARAT, InfoLensaNews.id – Minimnya aliran air irigasi ke sejumlah luas lahan pesawahan di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) membuat sejumlah petani pada wilayah tersebut mengeluh.

Bahkan, mereka terpaksa harus menanam palawija di area lahan pesawahan yang biasa digarapnya, akibat minimnya air dari saluran irigasi.

Petani asal Desa Rajamandala Kulon, Udin (50) mengatakan, lahan yang digarapnya saat ini sebelumnya biasa di tanami padi. Namun, terpaksa ditanami palawija karena minimnya aliran air ke lahan tersebut.

“Jika dibandingkan mending dipakai padi, tapi karena aliran air dari irigasinya gak cukup. Jadi terpaksa di pakai palawija,” kata Udin di Cipatat, Senin (20/5/2024).

Menurutnya, lahan dengan luas 200 tumbak tersebut dapat menghasilkan ratusan ton padi pertahunnya. Bahkan, hasil padinya juga bisa dipakai kebutuhan sehari-hari.

“Kalau dipakai padi bisa disimpan juga untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau di pakai cabai sering tidak mendapat keuntungan karena harganya murah,” ucapnya.

Minimnya aliran air juga tengah di rasakan oleh petani asal Desa Mandalawangi, Yuyun mengaatakan, sedikitnya ada 25 hektare lahan pesawahan sudah tak lagi di tanami padi akibat hal tersebut.

“Sudah bertahun-tahun kami tanami palawija, daripada ‘Gamblung’ (dibiarkan tidak ditanami). Kalau air normal seperti dulu yang mending di tanam padi, karena dulunya juga kan lahan sawah,” singkatnya.

Sementara itu, Petani lainnya Unang (55) mengatakan, kurangnya aliran air sungai Cimeta untuk sejumlah luas lahan pesawahan tersebut akibat terjadinya pendangkalan pada saluran irigasi.

Oleh karena itu, ia berharap bahwa Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) KBB bisa melakukan normalisasi saluran irigasi agar lahan pesawahan tersebut dapat teraliri air.

“Jika itu (saluran irigasi) di keruk dan yang bocornya di tambal mungkin akan normal lagi airnya. InsyaAllah airnya juga akan sampai lagi kesini,” ucapnya.

Tepatnya di Blok Cikalapa Desa Rajamandala Kulon, Kecamatan Cipatat saja ada sekitar 15 hektare lahan pesawahan yang digarap oleh kurang lebih 20 petani yang tidak bisa lagi menanam padi.

“Itu yang jadi permasalahan bagi petani lantaran keinginan petani bisa menanam padi lagi,” ujarnya.

Meski demikian, pihaknya telah berupaya mengalirkan air dari hulu saluran irigasi agar lahan-lahan pesawahan tersebut dapat kembali teraliri air.

Akan tetapi, disinyalir adanya kebocoran pada bagian irigasi yang membuat air tidak sampai kepada lahan-lahan pesawahan garapan petani.

“Namun di jalannya tadi ada yang bocor dan irigasinya tidak dibabat, sama dinas juga sudah tidak ada normalisasi dari tahun 1997. Di tambah pintu air yang sudah tidak berfungsi,” tuturnya.

Terpisah, Sekretaris Dinas (Sekdis) PUTR KBB, Aan Sopian mengatakan, persoalan minimnya aliran air irigasi tersebut merupakan permasalahan klasik.

“Kita sudah mengajukan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) ke pusat untuk realisasi tahun 2025. Mudah-mudahan bisa terakomodir segala permasalahan khususnya di Rajamandala yang sangat urgen,” katanya.

Menurut Aan, pengerukan atau normalisasi saluran irigasi secara manual belum bisa maksimal mengatasi masalah minimnya aliran air terhadap lahan-lahan pesawahan tersebut.

Sebab, dirinya mengaku telah rutin melakukan upaya pengerukan dan normalisasi saluran irigasi tersebut.

“Panjang dari hulu ke hilir D.I Rajamandala sekitar 17 KM, kalau kita normalisasi misal 10 KM dengan rata-rata lebar 1,5 meter dengan kedalaman 1 meter tentu biaya yang sangat jadi fokus permasalahan,” pungkasnya.***